Dalam kisahnya yang sangat memilukan, dimana pada saat itu, air berubah menjadi racun, ilalang berubah menjadi senjata, laut meluap kedaratan, gunung meletus dan yang paling mencengangkan adalah penyakit hampir menggerogoti seluruh tubuh manusia dan hewan.
Hanya satu kesadaran yang bisa mampu bertahan hidup saat itu, adalah mereka yang memiliki kesadaran rohani yang ganda, dikenal Gandabyuha, bahkan kesadaran empat alam sekaligus yang dikenal Vajra Sungsang.
Pralaya adalah kondisi dunia dalam kondisi yang paling mencengangkan, karena benar-benar diluar dugaan seluruh manusia. Pralayamemiliki sifat penghancuran dari dalam dirinya sendiri, dan juga dari penghancuran dari luar tubuhnya, seolah tidak ada lagi perlindungan semesta apapun.
Musuh itu bukan serangan luar yang menghujam dengan senjata tajam, tapi serangan mental dan kejiwaan dirinya akibat buta aksara sampai akhirnya buta bathin.
Kematian itu bukan lagi sifat hilangnya seketika tubuh fisik dan rohani, tapi mati pelan-pelannya kesadaran diri sampai akhirnya sampai hilangnya kesadaran fisik.
Dalam lontar Roga Senggara Bhumi dinyatakan bahwa seluruh para dewa telah meninggalkan bhumi menuju akasa, dan digantikan oleh para Bhuta yang sebelumnya hanya tinggal dialam bawah.
Pralaya diakibatkan oleh kehendak manusia dalam evolusi kesadarannya yang menurun, maksudnya adalah kesadaran manusia sebagai tubuh sempurna yang bertugas untuk melakukan transformasi alamiah pada kehidupan dan lingkungannya sudah tidak ada lagi.
Hanya kesadaran tubuh fisik saja yang difahami, tubuh fisiknyalah yang mengharuskan hidup dengan selalu mencari makanan dan minuman, terkadang hanya untuk memuaskan nafsu birahinya mereka rela merendahkan kesadarannya dengan mencuri dan merampok milik orang lain.
Dalam kondisi pemenuhan tubuh fisik yang tanpa kesadaranlah awal pralaya manusia itu, makan tanpa tahu kandungan murni, tanpa rupa zat hidup, tanpa sadar banyak racun yang dikonsumsi, bahkan energi buruk makanan karena makan makanan dari karma buruk.
Makan yang sudah tidak alamiah yakni waktu makan sudah tidak sesuai dengan waktunya, sehingga matahari sebagai energi pembakar tidak berfungsi.
Lingkungan dan suasana makan sudah tidak lagi menyertakan unsur prana sebagai asupan energinya. (*Pranavajra istilah dalam jnanayoga ).
Tidak ada lagi ruang holistik jiwanya yang murni ( pranajiwa ), hampir tidak ada rasa kemanusiaan ( dhurjāna ), hampir tidak ada lagi persepsi hidup kemulyaan ( bhojangga ) kesucian ( sati ) dan kasunyataan ( anta ).
Seluruh tubuh berisikan hanya tumpukan racun, lemak berlebihan dan daging yang penuh dengan darah racun yang berbisa dari makanan instan dan sifat energi pralaya yang menyebar dialam ini.
Pikiran hanya isinya fantasi pemuasan nafsu birahi dan pesona hidup mewah dan banyak lagi yang belum tersingkap didalam tubuh tanpa kesadaran ini.
Pralaya juga diwarnai oleh bertemunya seorang guru palsu yang selalu menjual belikan atas nama pengetahuan, dengan para siswa dungu yang tidak memahami prinsip dasar guron aguron.
Tindakan guru palsu ini sangat menjijikan, nista bahkan bisa dikatakan sosok penjahat pengetahuan. Karena kebutuhan ekonomi siguru palsu dengan sengaja mengeksplorasi dana murid dungu ini untuk kepentingan pribadi.
Demi sebuah penghargaan semu, nama abhiseka palsupun disandangnya tanpa tahu pasti pengertian yang sesungguhnya.
Begitupun si anak dungu dengan bangganya selalu mencium tangan amis siguru palsu, mengalungkan bunga pada foto kebanggaannya, dan tindakan dungu lainnya, seolah tidak ada lagi prinsip kareshian yang dikenal dasa siksha.
Demikianlah sedikit redaksi pagi ( isvara tutur nada ) dari kami dikaki gunung agung, semoga menjadi inspirasi bagi yang sedang menapak jalan kesadaran hidup dan menjadi obat buat mereka yang sedang kebingungan dengan diri pribadinya.
Vajra Kilikilaya Sarva Vighnam, Bham Hum Phat....
Rahayu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar