Secara harfiah Veda berarti pengetahuan. Veda berasal dari dan disabdakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sendiri. Sebagaimana disampaikan dalam Brhad-Aranyaka Upanisad 2.4.10;
“ Rg. Yajur, Sama dan Atharva Veda dan Itihasa semuanya keluar dari nafas kebenaran mutlak, Tuhan Yang Maha Esa”.
Hal serupa juga disampaikan dalam Bhagavad Gita 3.15;
“Brahmaksara-samudbhavam, pengetahuan Veda langsung diwejangkan oleh Tuhan Yang Maha Esa”.
Karena itu, Veda bersifat mutlak (absolut), benar dengan sendirinya (self-authoritative), apauruseya (bukan buatan manusia) dan berhakekat mengatasi hal-hal duniawi (transendental).
Veda disabdakan oleh Tuhan, Sri Krishna kepada Brahma sebelum alam mateterial tercipta (Yo brahmanam vidadhati purvam yo vai vedam ca gapayati sma krsnah – Atharva-veda. Tene brahma hrdaya adi kavaye – Bhagavata Purana 1.1.1).
Kemudian Brahma mengajarkan Veda tersebut kepada putra-putranya yakni para Rishi. Selanjutnya melalui proses menurun (deduktip) yang disebut parampara dalam garis perguruan (sampradaya) resmi, para Rsi itu mengajarkan Veda kepada murid-muridnya (perhatikan Bhagavad Gita 4.2). Demikianlah melalui proses deduktip (parampara) pengetahuan Veda akhirnya menyebar di masyarakat manusia.
Tujuan pustaka suci Veda adalah membimbing umat manusia menuju kehidupan damai dan sejahtera di dunia fana (jagadhita) dan mencapai mukti, kelepasan dari derita kehidupan material dunia fana yang selalu menyengsarakan. Untuk mencapai tujuan ini, Veda menyajikan pengetahuan spiritual supaya setiap orang insyaf diri dan mengerti “kebenaran” bahwa hidup di dunia fana adalah samsara, penderitaan.
Ada empat derita utama di dunia fana yaitu: Kelahiran (janma), usia tua (jara), penyakit (vyadhi) dan kematian (mrtyu) – (Bhagavad Gita 13.9).
Disamping itu, dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu didera oleh tiga macam derita rutin yaitu:
Adhyatma-klesa, derita yang imbul dari badan dan pikiran.
Adhiba-utika-klesa, derita yang disebabkan oleh makhluk lain, dan
Adhidaivika-klesa, derita akibat bencana alam. Karena itu Sri Krishna berulang-kali menyatakan,
“Duhkhalayam asas-vatam, alam fana adalah tempat sementara penuh duka (Bhagavad Gita 8.15).
Anityam asukam lokan, alam fana adalah tempat tidak kekal dan menyengsarakan (Bhagavad Gita 9.33).
Abrahma bhuvanal lokah punar …, dari planet tertinggi Brahmaloka sampai planet terbawah (Patala-loka) di alam material adalah tempat menyengsarakan (Bhagavad Gita 8.16)”.
Jadi masalah kehidupan manusia adalah janma (kelahiran), klesa (berbagai derita rutin), jara (usia-tua), vyadhimrtyu). Semua masalah ini tidak bisa diatasi dengan cara-cara material apapun kecuali dengan hidup sesuai petunjuk Veda.
Oleh karena secara tegas menyatakan bahwa alam material adalah tempat derita dan mewajibkan setiap orang menjauhi kehidupan duniawi dengan hidup sebagai sannyasi menjelang usia tua, maka para sarjana dan filsuf materialistik menuduh bahwa Veda mengajarkan paham pesimistik, menganjurkan hidup pasrah yang mencelakakan dan menolak kehidupan material secara bodoh.
Veda tidak mengajarkan hal-hal seperti itu, tetapi mengajarkan agar orang berjuang keras untuk mencapai kehidupan bahagia kekal-abadi di dunia rohani Vaikuntha-loka.
Menurut Veda, kehidupan sebagai manusia adalah kesempatan amat baik untuk mengatasi segala macam derita material dan mencapai kemenangan atas kematian dengan memanfaatkan pengetahuan Veda dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Veda menyatakan bahwa kehidupan sebagai manusia bagaikan perahu yang bagus untuk menyebrangi samudra kehidupan material dimana guru kerohanian (Acarya) dianalogikan sebagai nahkoda handal dan ajaran spiritual Veda diibaratkan sebagai hembusan angin yang baik. Orang-orang materialistik yang menetapkan tujuan hidupnya pada 3 hal yaitu:
Srih (menumpuk kekayaan material),
Aisvarya (mencapai jabatan/kedudukan tinggi di masyarakat) dan
Prajapsavah (anak cucu yang bisa menambah srih dan meninggikan aisvarya); sesungguhnya adalah manusia bodoh. Karena itu, Garga-Upanisad menyatakan,
“Mereka adalah makhluk malang karena tidak memecahkan masalah kehidupan sebagai manusia dan akhirnya mati seperti anjing dan kucing belaka tanpa mengerti pengetahuan tentang keinsyafan diri”.
Menurut Veda, kehidupan sebagai manusia tidak sempurna karena: Indriya-indriya jasmani terbatas dan tidak sempurna, dan Cendrung mengkhayal, menipu dan berbuat salah. Karena itu mempelajari dan mengerti Veda yang spiritual dan transcendental tidak bisa dilakukan secara: pratyaksa (pengamatan dan penglihatan langsung), anumanasabda-pramana, mendengar dari sumber yang benar dan sah yaitu dari para Acarya (guru kerohanian) secara parampara ( proses menurun/deduktip) dalam garis perguruan (sampradaya) sah dan jelas (perhatikan Bhagavad Gita 4.34 dan 4.2).
Karena itu, Veda disebut sruti, pengetahuan yang diperoleh dari mendengar; dan smrti, pengetahuan yang diingat dari cara mendengar. Tetapi proses sabda-pramana ini disalah mengerti oleh para sarjana duniawi berwatak materialistik yang berpegang teguh pada proses empiris-induktip. Mereka berkata bahwa proses sabda ini mengharuskan orang percaya secara membuta, patuh dan tunduk pada dogma, berpegang pada keyakinan tanpa dasar atau khayalan.
Menurut mereka, proses sabda tidak bisa dipercaya karena tidak ilmiah yaitu tidak didukung bukti-bukti empiris yang dapat dilihat. Sesungguhnya proses sabda ini adalah sederhana yaitu mendengar dari sumber (orang) yang mengetahui seperti sering dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan dogma, kepercayaan atau keyakinan buta dan bukan pula khayallan.
Contoh;
bila seseorang ingin mengetahui secara jelas, mudah dan pasti siapa ayahnya, maka dia harus bertanya kepada si ibu, karena si ibulah yang mengetahui kondisi sebenarnya.
Veda diajarkan dan disebarkan melalui tradisi lisan yaitu proses mendengar (sruti) dan mengingat (smrti) berdasarkan jalur parampara secara bersamaan dengan terciptanya alam semesta material. Pada permulaan Kali-Yuga sekitar 6000 tahun yang lalu inkarnasi Tuhan, Sri Narayana dibidang sastra yaitu Krishna Dvaipayana Vyasa menyusun Veda secara tertulis agar bisa dipelajari dan dimengerti oleh orang-orang jaman Kali.
Mengenai Dvaipayana Vyasa sebagai penyusun Veda tertulis, dijelaskan sebagai berikut (Bhagavata Purana 1.4.17-25).
“Sang Rishi mulia yang berpengetahuan penuh, dengan penglihatan rohaninya bisa melihat merosotnya segala sesuatu yang material karena pengaruh buruk Kali-Yuga …… Beliau juga melihat orang-orang yang tidak percaya (pada Veda) jadi pendek usia dan mereka tidak penyabar karena kurang memiliki sifat-sifat bajik …… Untuk menyederhanakan proses (belajar Veda), beliau membagi Veda yang satu (Yajur Veda) itu menjadi 4 bagian untuk diajarkan diantara manusia …. Demikianlah, Rishi Paila menjadi sarjana Rg-Veda, Rishi Jaimini menjadi sarjana Sama-Veda, Rishi Vaisampayana menjadi akhli Yajur-Veda dan Sumantu Muni dipercayakan mengajar Atharva-Veda. Mereka mengajarkan bagian-bagian Veda itu kepada para muridnya masing-masing ….. Kemudian karena kasihan (kepada orang-orang kurang cerdas), Vyasa menyusun Mahabharata agar para wanita, sudra dan dvija-bandhu bisa mencapai tujuan hidup tertinggi”.
Jadi menurut penjelasan Veda itu sendiri, Veda bukanlah hasil karya tulis banyak orang selama beribu-ribu tahun dimasa lalu. Tetapi para sarjana duniawi tidak bisa menerima penjelasan Veda ini karena tidak sesuai dengan pemahaman modern tentang peradaban manusia di masa purba.
CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI
Dengan menerapkan pendekatan empiris-induktip dalam mempelajari dan memahami Veda, para sarjana duniawi berwatak materialistik menolak: Semua penjelasan Veda tentang Veda itu sendiri. Pendapat para Acarya yang secara tradisional dianggap otoritas (penguasa) sah dalam mempelajari Veda.
Veda menetapkan bahwa ia hanya bisa dipelajari dan dimengerti.
Berikut adalah pandangan para Indologist (sarjana barat yang mempelajari Veda) pada abad ke 18 di India.
Catatan:
Veda menceritrakan beraneka-macam peristiwa yang terjadi di berbagai planet di alam semesta material yang kondisinya berbeda dari di Bumi. Ia juga menceritrakan para Deva, Rishi, Asura (Daitya, Danava, Raksasa) yang berusia amat panjang dan mampu melakukan berbagai kegiatan ajaib yang tidak bisa di lakukan manusia. Karena berpikir seperti kodok, maka para sarjana modern menganggap Veda adalah kumpulan mitos (dongeng).
Veda hanya memuat riwayat dan kegiatan rohani (lila) Tuhan dan para Avatatara serta bhakta-Nya dari jaman ke jaman di berbagai tempat di alam semesta, sehingga uraiannya tidak tersusun secara kronologis. Karena berpola pikir akademik, maka mereka menganggap Veda adalah ceritra gado-gado.
Sarana yang dipergunakan oleh para sarjana duniawi dalam mempelajari dan memahami Veda adalah bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan material seperti: Sosiologi, Arkeologi, Antropologi, Pilologi, dll. Tetapi studi mereka terhadap Veda dengan cara-cara empiris seperti itu tidak pernah sampai pada kesimpulan pasti yang memuaskan. Mereka tetap dan terus beda pendapat mengenai asal-usul Veda, sejarah Veda dan hal-hal lain menyangkut Veda.
Dalam Bhavisya-Purana (sebagaimana dikutip oleh Madhvacarya dalam ulasannya atas sloka Vedanta-Sutra 2.1.6) dikatakan:
“Rg yajuh samatharvas ca bharatam pancaratrakam mula ramayana caiva veda Iti eva sabditah … Puranani ca yaniha vaisnavani vido viduh (rg, yajur, sama dan atahrva-veda, mahabharata, pancaratra dan ramayana dan juga kitab-kitab purana serta vaisnava tergolong pustaka veda".
Dalam Chandogya-Upanisad (7.1.4) dan Srimad Bhagavatam (1.4.20); “itihasa puranah pancamah vedanam vedah (kitab-kitab itihasa dan purana termasuk veda kelima). Dalam Mahabharata (bagian Moksa-Dharma 3.40.11) dikatakan pula;
“itiihasa puranam ca pancamo veda ucyate (kitab-kitab itihasa dan purana disebut veda kelima).
Disamping keempat Veda (Rg, Yajur, Sama dan Atharva), kitab-kitab Itihasa (Ramayana dan Mahabharata) dan Purana, Veda memiliki pula Upanisad, kitab yang memuat uraian filosofis tentang Tuhan. Ringkasan seluruh Upanisad adalah Vedanta-Sutra. Jadi bagian-bagian Veda adalah:
Keempat Veda (Rg, Yajur, Sama dan Atharva-Veda),
Itihasa (Ramayana dan Mahabharata),
ke 18 Purana dan
108 Upanisad beserta ringkasannya yaitu Vedanta-Sutra.
Tetapi para sarjana duniawi berwatak materialistik hanya mengakui keempat Veda (Catur-Veda: Rg, Yajur, Sama dan Atharva-Veda) sebagai pustaka Veda. Mereka menganggap Itihasa dan Purana sebagai kumpulan dongeng belaka dan Upanisad sebagai karya filosofis manusia biasa. Pendapat para sarjana duniawi ini telah menyebabkan para penganut ajaran rohani non Vedik berpikir keliru tentang ajaran Veda itu sendiri.
Ada tiga sumber pengetahuan Veda yang disebut prasthana-traya. Ketiga sumber ini dapat diringkas sebagai berikut.
Sruti Prasthana, diantaranya:
Catur Veda (rg, Yayur, Sama dan Atharwa veda)
Kitab - kitab umapnisa (108 upanisad)Smrti Prasthana, diantaranya:
Itihasa (ramayana dan mahabharata)
Kitab - kitab purana (18 purana utama)
Vedangga dan UpavedaNyaya Prasthana, diantaranya:
Vedanta sutra
Hubungan ketiga sumber ini yaitu Smrti adalah penjelasan Sruti dan Nyaya. Maksudnya, untuk bisa mengerti Sruti dan Nyaya, seseorang harus ingat uraian Smrti.
Dalam Vayu-Purana 1.20 dikatakan,
“Itihasa puranabhyam veda samupa-brmhayet bibhetyalpasrutad vedo mamayam prahisyati, Veda hendaklah dipelajari melalui kitab-kitab Itihasa dan Purana. Pustaka Veda takut bila ia dipelajari oleh orang bodoh karena ia merasa sakit seperti dipukul-pukul oleh orang bodoh itu”.
Aturan mempelajari Veda-Sruti berdasarkan Veda-Smrti tercantum pula dalam Manu-Smrti, Mahabharata (Adi-Parva 1.267) dan di bagian-bagian lain pustaka Veda.
Untuk mempelajari dan mempraktekkan ajaran Veda dalam kehidupan sehari-hari tersedia Vedanga yang terdiri dari enam cabang pengetahuan Veda yaitu:
Siksa, ilmu mengucapkan mantra-mantra Veda.
Vyakarana, ilmu tata-bahasa (sanskerta).
Nirukti, kamus Veda.
Canda, lagu/irama/tembang membaca sloka-sloka.
Jyotisha, ilmu Astronomi untuk menentukan hari baik melaksanakan ritual (yajna), dan
Kalpa, pengetahuan tentang ritual (yajna) dan aturan hidup sehari-hari.Pengetahuan tentang Kalpa tercantum dalam kitab Kalpa-Sutra. Ia memuat uraian tentang:
Srouta, yajna kolektip.
Grhya, yajna keluarga atau pribadi.
Dharma, tugas-pekerjaan (dalam hubungannya dengan sistem lembaga Varna- Asrama) dan
Sulva, aturan membuat tempat persembahyangan, arena yajna, dan sebagainya.Upa-Veda berarti Veda tambahan atau Veda pelengkap. Yang termasuk Upa-Veda adalah:
Ayur-Veda (ilmu medis/kedokteran),
Dhanur-Veda (ilmu senjata dan perang),
Gandharva-Veda (seni tari dan musik),
Manu-Smrti,
Brahma Samhita,
Niti-Sastra dan berbagai kitab Dharma-Sastra.Menurut Veda, Vedanga dan Upa-Veda adalah bagian utuh dari pustaka Veda itu sendiri.
Sumber : cakepane.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar