Tumpek Kuningan jatuh pada Saniscara Kliwon wuku Kuningan, Tumpek ini merupakan satu satunya yang paling
“ SPESIAL ” karena dalam melaksanakan upacara harus selesai dilaksanakan sebelum “ TENGAI TEPET ” atau jam 12.00 siang. Bandingkan dengan Tumpek Landep, Tumpek Wariga,Tumpek Krulut,Tumpek Uye dan Tumpek Wayang sama sekali tidak ada aturan harus selesai sebelum jam 12.00
Tumpek Kuningan ini adalah hari terakhir di Wuku Kuningan dan besoknya sudah memasuki WUKU LANGKIR , tepatnya Redite Umanis Langkir. LANGKIR adalah wuku yang dilindungi oleh BHATARA KALA, Sesuai dengan namanya, KALA adalah WAKTU, beliau adalah SANG PENGUASA WAKTU DALAM KEHIDUPAN.
Sujatinya itulah yang menyebabkan sebisa mungkin kita seharusnya selesai sebelum jam 12.00 , Karena tujuannya adalah untuk menghormati beliau BHATARA KALA , KALA atau WAKTU adalah hal yang paling susah ditebak ( Relative).
Jika kita menggunakan waktu dengan baik maka akan menjadi BHATARA KALA sedangkan kalau kita tidak
menggunakan waktu dengan baik maka akan menjadi BHUTA KALA .
Leluhur kita mengajarkan dan
mengingatkan kita agar selalu
memanfaatkan / mengelola waktu dengan baik ( Time Management ), Optimalkan waktu dalam hidup
sehingga kita dapat mengatur ;
• Kapan waktu untuk beragama / upacara,
• Kapan waktu untuk bekerja / usaha
• Kapan waktunya untuk istirahat /
social life.
Sehingga menghasilkan keseimbangan dalam hidup baik dalam Bhuana Agung maupun Bhuana Alit.
Sebagai Tonggak Pemujaan Khusus, Kuningan bahkan lebih “RUMIT ” dan “ RIMIT ” dibandingkan dengan Galungan.
Seperti sarana ;
• TEBOG ,
• SELANGI ,
• CENIGA, dengan daun kayu
sedikitnya lima macam,
• TAMIANG,
• TER,
• ENDONGAN,
• SAMPIAN GANTUNG,
• TUMPENG KUNING ,
• NASI KUNING ,
• SODAN,
• SEGEHAN , dll.
Dan semua sarana tersebut sebelum dihaturkan mesti dikuningkan dan disucikan dengan sarana Gerusan /
Tumbukan DAUN INTARAN dan KUNYIT yang diisi air.
Dalam SUNARIGAMA ,
Pada hari Saniscara Kliwon wara Kuningan Sang Hyang Mahadewa diikuti oleh para Dewa dan Pitara (Leluhur) turun dari “Kayangan” menuju “Mercapada” untuk“ Mesuci” dan “ Amukti Sarining Banten”.
Oleh karena itu, Sang Gama Tirtha di Mercapada menyambut kehadiran “Bhatara” dan “Pitara” dengan persembahan Pesucian, Canang wangi, disertai “Selangi”, “Tebog”, Haturan sesaji, dan Segehan, sebagai simbol TAPA dan KETULUSAN memuja Hyang Maha Suci untuk memohon AMERTA, KEMAKMURAN , KEPRADNYANAN / KEBIJAKSANAAN.
Pada hari Kuningan bangunan agar “Mesawen” dipasangi “Tamiang” ( Tameng / Pelindung) sebagai tanda kemeriahan dan keindahan menyambut kehadiran Bhatara dan Pitara di Mercapada.
“Tamiang” dan “Ter” juga sebagai simbol memohon perlindungan dan
keselamatan kehadapan Bhatara dan Pitara.
Sang Gama Tirtha juga melaksanakan “Prayascita”memohon penyucian diri kehadapan Betara dan Pitara dengan Sesayut Prayascita disertai ;
HENING “ADNYANA ” / BHATIN .
1. TAMIANG memiliki dua makna simbolik yaitu :
• Sebagai PERLINDUNGAN atau
PERTAHANAN dari berbagai
serangan.
• Sebagai Perputaran Waktu atau
Roda Waktu yang terus berputar
untuk mengungkap kebenaran.
Memiliki Karakter yang Baik, selalu bersikap Tenang, tanpa mengeluh, Disiplin dengan menyadari Perputaran
Roda Waktu dan memiliki Rasa Syukur dan Bhakti yang tinggi adalah senjata yang terbaik . Siapapun yang memiliki ini akan mengalami kesuksesan .
2. TER adalah simbol PANAH atau SENJATA. Makna simboliknya adalah untuk Selalu Siaga menggunakan
modalitas di dalam diri manusia seperti Pengetahuan, Kebijaksanaan, Pikiran, Kecerdasan, Perasaan, Intuisi dan Modalitas diri lainnya.
3. ENDONGAN adalah simbolLOGISTIK . Berbagai perlengkapan dalam perang yang tentunya dalam konteks ini bermakna untuk selalu siaga melawan musuh dengan memperkuat ketahanan diri. Musuh dimaksud adalah ADHARMA atau KETIDAK-BENARAN, utamanya lagi untuk memerangi musuh-musuh yang ada di dalam diri sendiri.
Endongan yang UTAMA adalah memiliki, BHAKTI dan JNANA, serta KARAKTER yang mulia.
4. SAMPIAN GANTUNG merupakan makna simbolik dari PENOLAK BALA . Alam buana alit (microcosmos) dan
alam buana agung (macrocosmos), kedua-duanya dalam kemurnian. Penolak bala yang dimaksud adalah untuk meletakkan komitmen diri untuk selalu menjaga dengan penuh Kesadaran, Kelestarian, Karakter diri, Lingkungan Fisik, Sosial dan Budaya yang baik.
TAMIANG , TER , KOLEM dipasang pada semua Palinggih, Bale, dan Pelangkiran, sedangkan ENDONGAN dipasang hanya pada Palinggih dan Pelangkiran.
Tumpeng pada banten yang biasanya berwarna PUTIH diganti dengan Tumpeng berwarna KUNING yang dibuat dari nasi yang dicampur dengan KUNYIT yang telah dicacah dan direbus bersama minyak kelapa dan daun
PANDAN HARUM
WARNA KUNING yang identik dengan hari raya Kuningan memiliki makna ;
• KEBAHAGIAAN,
• KEBERHASILAN, dan
• KESEJAHTERAAN.
Pahamilah juga anak anakKu sekalian ...... !!!
Bahwa SANGHYANG SIWA menjadi KLIWON , dan saat itu juga IBUMU diikuti oleh para KALA dan DENGEN
yang berupa JOTI . Jika pada saat itu AKU tidak datang , tidak mungkin lagi berubah wujud menjadi DURGGA ,
saat itu Kliwon , NAWA SUJI juga bertemu dengan HYANG BRAHMA sehingga menjadi KAJENG KLIWON .
Jika ada yang yang berdoa ......
Semoga BERHASIL apa yang ia lakukan.
KLIWON sebagai JALANNYA : D E W A Dan juga BHUTA KALA DENGEN
®Warih Mula Keto
Via @sudiarta_yasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar