Senin, 14 Agustus 2023

PENAMPAHAN

 



Brata hari ke-6, waktu Sang Kala Tiga yaitu Bhuta Amangkurat menca mangsa. Mangsanya adalah kekuatan material semesta.
Untuk menetralisirnya, pada pagi hari (douh pison) dilakukan ritual Bhutayadnya, nyambleh dengan sarana "bakaran yang dihaturkan di notar sanggah, natah, lebuh, teras dapur dan sor (dibawah/hadapan) tugu ponging karang. Bakaran merupakan persembahan organ pencernaan (jajron): Jantung Hati, Usus, Ginjal, dan Paru-paru serta diurip dengan Darah
Setelah menjelang malam (sandikala), melaksanakan meditasi dengan busana perang. Inilah ritus perang dharma, perjuangan dengan aji kawisesan Meditasi diawali dengan ritus ngringkes Tri Aksara, dan menstanakan di dalam diri menjadi Ongkara. Setelah penstanaan Ongkara, dilanjutkan puja pregolan (kawisesan)
Ritual Bhuana Agung dengan ritual bhutayadnya, Sang Kala Tiga dinetralisir untuk diletakkan pada Penjor depan rumah. Itulah sebabnya Songgah Penjor bentuknya segitiga sebagai simbol pangringkesan Tri Aksara somyo-nya Song Kala Tiga menjadi Ongkara. Penjor itu sendiri merupakan simbol Sang Hyang Sapto Rsi, juga Wujud dari Sapta Ongkara.
Anggoro wage, panampahan ngaran, yo to panadahira song bhuta gelungen, marmani pasanggraha dening pakréti ring desa desa pakraman, wehana bhutayajha rikeng catuspato ning dela, sarupa ning yaja wnang, anitakna nista madya mottamanya, pinuja dening sang pandhita, siwo buddha Bundorigoma, o
Pada hari Selasa Wage Dungulan dinamakan Panampahan, merupakan waktu bag Bhuta Galungan mencari mangsa. Karena itu, umat manusia di setiap desa paraman patut menyambutnya dengan membuat upacara Bhuta-yadnya, yang dksanakan di perempatan desa, segala bentuk dan tingkatan upacara perbolehkan, sesuaikan dengan kemampuan masing-masing, mulai pada trista, madia, hingga utama. Upacara itu dipimpin oleh pendeta bak pendeta Siwa maupun pendeta Budha.

kunang sakech nikang sanjate paperangan kabeh, jaya jayaka uniach ung wwang kabeh prayalcitanda, mwong jaya jaya sang
Pada hari itu juga segala jenis senjata peperangan wajib dibuatkan upacara untuk mendoakan munculnya kekuatan dan keampuhan pada senjata tersebut, terutama dibuatkan sesajen prayaścita, dan dipimpin oleh pendeta.
maka prakosa pratameng perang, wehana caru ring sokuwu-kuwu kunang. sèga warna 3, sinasah tandinganya, manut hurip, putih 5, bang 9, kuning 7, ireng 4, mancawarna 8, iwak olah bawi, saha tatabuhan, sega agung 1. [Sundarigama,
Agar senjata itu benar-benar ampuh di medan perang, perlu dibuatkan upacara persembahan kepada Bhuta-Kala atau caru di setiap rumah, berupa ségéhan warna 3 tanding, formasinya diatur menurut neptu, yaitu putih 5 jumput, merah 9 jumput, kuning 7 jumput, hitam 4 jumput, dan campuran lima warna 8 jumput. Lauknya berupa olahan daging babi. Sesajen itu juga dilengkapi dengan tetabuhan dan segehan agung 1 tanding.
genah ing acaru ring natar umah, sanggar mwang dengen, sambat sang bhuta galungan, [Sundarigama, a)
Adapun tempat melakukan upacara caru tersebut adalah di halaman rumah, di halaman Sanggar, ataupun di jalan keluar masuk perumahan, dengan cara memanggil Sang Bhuta Galungan.
ikang wwang lakibi, wnang abyakala, aprayascita, kang laki ayabin sasayut, angrègepakna sarwa japa mantra pragolan, saha bhusana ning paperangan, sakala niskala, phalanya jaya prakoseng perang. [Sundarigama, a)
Suami-istri patut melakukan upacara byakala dan prayaścita. Bagi suami wajib ngayab sesajen sasayut sambil memusatkan batin dan merapalkan doa-doa untuk memohon keperkasaan dan kekebalan, mengenakan busana perang, baik dalam wujud nyata (sakala) maupun tidak nyata (niskala). Pahalanya adalah perkasa dan menang dalam peperangan..
Sumber : kebalian ( anggawasa )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar