Ditulis oleh : Warisan Adiluhung Blambangan
Pada tanggal 9 November 1691, raja Blambangan Mas Arya Sasranegara dikudeta oleh adik-adiknya yang dibantu para bangsawan Blambangan lainnya, hingga terjadilah perang saudara di dalam istana Macanputih.
Setelah Mas Arya Sasranegara berhasil dikalahkan dengan bantuan tulup Si Baru Klithik milik Mas Bagus Wangsakarya, mengetahui geger di istana, istri Mas Arya Sasranegara yang bernama Mas Ayu Gustipati( puteri Mas Ayu Gringsing ) beserta anak - anaknya Mas Ayu Tawi dan Mas Purba, serta seorang emban yang bernama Mbok Laban Cina melarikan diri melalui gorong-gorong saluran air dibawah istana ke sebuah bukit di Wijenan.
Lalu mereka melarikan diri ke selatan menuju Gunung Srawet di tempat Pesraman Ki Ajar Gunung Srawet Mas Arya Gajah Binarong. Setelah istirahat sejenak, mereka diantarkan ke Puger melalui jalur selatan ditemani oleh Mas Tulup Watangan. Sesampai di Puger mereka segera dibawa ke Pasuruan menemui Tumenggung Wiranegara Untung Surapati, dan melindungi mereka disana ditemani oleh Mas Tulup Watangan sebagai pamomong sekaligus guru kanuragan Mas Purba yang saat itu masih berusia tiga tahun.
Mendengar geger di kutharaja Macanputih, Tumenggung Wiranegara menjadi geram, ditambah lagi ada aktor dibalik layar yaitu patih Pasuruhan Kjai Boen Djaladrija. Sehingga patih Pasuruhan Kjai Boen Djaladrija dikemudian hari dihukum mati oleh Tumenggung Wiranegara, Raden Jayalelana yang merupakan adipati Banger sekaligus putera Kjai Boen tidak terima atas sikap Tumenggung Wiranegara.
Pada bulan Desember 1691, didalam kedhaton Macanputih masih memanas, dimana pergerakan yang dilakukan Mas Arya Macanapura berhasil sehingga ia berhak mendapatkan tahta yang sepantasnya, sementara itu Mas Arya Macanagara yang lebih tua juga tidak mau mengalah karena tanpa bantuan gurunya Mas Bagus Wangsakarya tidak akan mungkin Mas Arya Macanapura berhasil mendapatkan tahta.
Kemelut tersebut terjadi hingga pada tahun 1692, geger di Blambangan didengar oleh Ida I Dewa Agung Jambe penguasa Klungkung dan Cokorda Agung Mengwi. Ida I Dewa Agung Jambe berunding dengan Cokorda Agung Mengwi guna membantu kemelut yang terjadi di Blambangan, karena bagaimanapun juga Blambangan pernah membantu Klungkung maupun Mengwi ketika terjadi konflik diantara keduanya pada masa Prabu Agung Tawangalun II masih bertahta. Ida I Dewa Agung Jambe lalu memerintahkan Gusti Panji Gedhe Danudarastra penguasa Buleleng dan Anglurah Ketut Karangasem untuk menyampaikan surat yang dibawa dari Dewa Agung Klungkung kepada putera-putera Prabu Tawangalun II di Blambangan.
Gusti Panji Gedhe Danudarastra dipercaya memimpin 400 orang pasukan terlatih dan 500 orang pasukan pengangkut.
Seluruh rombongan itu akhirnya sampai di watudodol lalu beristirahat di Tanjungjajang lalu melanjutkan perjalanan ke Banyualit, karena Banyualit adalah salah satu pelabuhan internasional di Blambangan.
Mendengar adanya kapal dari Bali, Mas Arya Macanagara segera melaporkan hal itu kepada kakaknya Mas Arya Macanapura.
Setelah sampai di Kutharaja Macanputih, kedua utusan tersebut yaitu Gusti Panji Danudarastra dan Anglurah Ketut Karangasem menghaturkan hormat dan memberi tahu maksud kedatangan mereka ke Blambangan sebagai utusan dari Dewa Agung Jambe dan Cokorda Agung Mengwi.
Gusti Panji Danudarastra membacakan surat yang diberikan kepada kedua utusan tersebut bahwa :
" Datanglah utusan ini dengan damai dan tidak menunjukkan sikap permusuhan selama di Macanputih.
I Dewa Agung Klungkung mengirimkan utusan sebagai bentuk menyelesaikan konflik saudara yang terjadi di Blambangan belakangan ini, karena setelah Prabu Tawangalun wafat negeri Blambangan menjadi kacau, hendaknya yang mati biarlah mati dan yang hidup biarlah melanjutkan perjuangan Baginda Prabu Tawangalun II. Maka angkatlah raja diantara kalian dengan yang tua menjadi raja dan yang lebih muda menjadi Pangeran Patih nya. Setelah surat ini dibacakan maka hendaklah kedua utusan ini segera pulang tanpa mengganggu, merampas, ataupun berbuat sewenang-wenang kepada saudara di Blambangan. "
Setelah rombongan dari Bali tersebut kembali ke negerinya, maka dinobatkan lah Mas Arya Macanapura sebagai raja di Blambangan. Namun hal itu tidak bisa diterima oleh Mas Arya Macanagara yang merasa yang paling tua daripada Mas Arya Macanapura, sehingga Mas Arya Macanapura hendak memberontak ketika pelantikan Mas Arya Macanapura yang saat itu juga dihadiri utusan dari kompeni Jan Francen.
Akhirnya disepakati bahwa Blambangan dipecah menjadi dua bagian yaitu Blambangan wetan dengan raja Mas Arya Macanapura berkedhaton di Macanputih dan Blambangan kulon dengan raja Mas Arya Macanagara berkedhaton di Panarukan. Kejadian ini tercatat didalam jurnal laporan Jan Francen untuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Blambangan, 6 Saniscara Manis wuku Watugunung 1946 saka
Sumber :
Babad Tawangalun
Babad Blambangan
Babad Buleleng
Babad Dalem
Babad Trunajaya-Surapati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar