Rabu, 10 Juli 2024

PENGAMALAN DHARMA

 



Sri Bagawan Yogananda
Melaksanakan ajaran Hindu apalagi menebarkan ajaran kesucian dharma itu sejatinya tidak lah gampang. Disadari, pastinya tidak semudah membalikkan telapan tangan. Sebab, perlu kepribadian bijaksana, dan pemahaman sangat luas , komprehensif mengurai keberadaan Hyang Widhi Wasa, yang tidak terbatas itu.
Karena itu, membedah ajaran suci dharma perlu persepsi holistik , selain landasan Sruti, smerti, upanisad, itihasa, purana, lontar lontar Bali termasuk lontar kedhyatmikan, juga perlu penalaran, kedalaman inspirasi, logika terkait analisis dan sintesis mencapai resume yang luas, dalam. Dan pastinya pula perlu anubhawa, pengalaman langsung melalui penampakan ( dharsan) suci, sehingga kebenaran yang dibedah tidak memunculkan bias dan distorsi melabar.
Sehingga pemahaman yang diapresiasi terkait ajaran dharma itu tidak dangkal. Intepretasi tidak parsial dan agar dijauhkan dari kecendrungan kontra produktif. Karena itu, perlu penjabaran dan pengertian dengan kesimpulan holistik, penuh kasih dan sesuai tatanan Hindu , Agama yang damai, toleransi , penghormati semua mahluk.
Kesucian dan keluhuran ajaran Dharma itulah, wajib kita kawal dengan sebaik baiknya, sehingga kita bisa menyebarkan ajaran Dharma itu sebagai tuntunan kehidupan yang produktif dan bermaanfaat baik sekala lebih lebih niskala.
Disadari perlu pemahaman pokok pokok formulasi , rumus pengertian yang dijadikan titik tolak, terkait membedah kepercayaan Agama Hindu secara lebih komprehensif.
Bisa kita kutip Atharwa Weda XII. 1.1. , yakni “Satyam brhad rtam ugram dikso tapo brahma yadnya pertiwim dharaayanti so no bhutasya bhavyasya patnyurum lokan pertivi nah krnotu”
Maksudnya: Agama adalah satya, rta, diksa, tapa, brahma dan yadnya, semoga semua ini dapat memberikan tempat, dan mengatur tempat hidup kita di masa lalu, sekarang dan masa akan datang di dunia ini.
Satya itu merupakan kebenaran yang absolut, rta merupakan dharma atau undang undang yang mengatur hidup manusia, diksa adalah pensucian, dan tapa adalah semua perbuatan suci.
Brahma merupakan doa dan mantra mantra, yadnya merupakan korban. Diksa dan tapa itu merupakan landasan pokok dalam pembentukan watak dan kepribadian manusia, sedangkan doa doa, mantra dan korban, merupakan landasan ideal untuk berbuat suci di dalam agama itu.

Pengertian dalam lontar Kadyatmikan Bali, bisa dikutif dari Wrhaspati Tatwa 25 yang menyatakan :
“ Sila Yajna tapo daanam
Pravraja bhiksu revaca
Yogascaapi savasena
Dharmasyeke vinirnayah
Artinya, mewujudkan Sila, Yadnya, Tapa, Danaa, Prawraja, Bhiksu, dan melakukan Yoga, Inilah rincian pengamalan Dharma.
Itu juga yang disebut Jnyana.
Agar manusia dapat melakukan pengamalan dharma itu,maka dharma diarahkan untuk membina diri sendiri (Swaartha),kemudian dijadikan kekuatan melayani hidup sesama(Para Artha),sebagai wujud Bhakti pada Tuhan (Parama Artha).
Sesuai pustaka Wraspathi Tatwa 25 itu,ada 7 perilaku pengamalam dharma
1 Sila.
Sila ngaranin mangraksa acara rahayu.Sila namanya menjaga kebiasaan baik dan benar.Misalnya sembahyang setiap hari,mengatur pola beristirahat,disiplin soal makanan,mengotrol pikiran,perkataan dan prilaku. Artinya berbagai kebiasaan positif harus senantiasa diupayakan.
2. Yajna.
Yajna, Ngaraning menghadakaken Homa.Homa ini juga disebut Upacara Agni hotra.Yajna ini diajarkan dalam pustaka Rg Weda X.66.8 dan atharwa Weda XXVIII.6.Yajna itu disebut spatika yajna atau mutiaranya Yajna.Upacara ini dilakukan oleh mereka yang hatinya mulia.Agnihotra ini dapat menciptakan kedamaian,dapat menggugah hati para pemimpin untuk bekerja dengan baik,membina masyarakat dan tidak menyakiti hatinya.
3.Tapa.
Tapa ngaraning umatinindryania.
Terus menerus menguasai indriya.Kahrtaning indriya(Sarasamuscaya),
Indriya ini harus dipelihara dengan sebaik baiknya agar sehat dan berfungsi sempurna.Tetapi ekspresi indria ini harus terus menerus dalam kendali pikiran.Pikiran dalam kesadaran budhi. Dengan sruktur diri yang demikian itulah dapat merealisasikan kesucian atman dalam prilaku.Demikian menurut Bhagawad Gita III.42.
4.Daana.
Daana ngaranning paweweh.Membangun sifat suka memberi.Dermawan.
5.Prawrajya
Prawrajya ngaraning Wiku ansaka.Menyebarkan secara terus menerus ajaran dharma.
Dapat dikutip juga bagaimana penegasan Yajur Weda XXVI.2. terkait penyebaran ajaran Dharma itu.
“Yathemaam vaacam kalyanim avadani janebhyah,brahma rajanyabhyam sudraya caryaya ca svaya caranaya ca”
Sabda suci Weda itu, hendaknya disampaikan kepada seluruh umat manusia,cendekiawan rohaniawan,raja,pemerintah,masyarakat,para pedagang,petani dan nelayan serta para buruh,kepada orang orangku dan orang asing sekalipun.
Bertolak dari mantra Yajur Weda ini, Agama Hindu sesungguhnya adalah agama missi,agama yang harus disebarluaskan.Pengertian misi disini tentunya berbeda dengan missi dalam usaha menyebarluaskan agama secara aktif walau itu diamanatkan dalam veda,melainkan karena keluhuran ajaran Hindu lah orang tertarik mendalami dan mengikutinya.
6.Bhiksu.
Bhiksu ngaraning diksa.Proses penyucian diri.Kata diksa dlm bahasa sanskerta artinya suci.Bhiksu adalah tahapan hidup yang keempat yang juga disebut Sanyasin.Tahap ini dicapai setelah melewati Tahap Brahmacari,Grhasta dan Wanaprasta.
7.Yoga.
Yoga ngaraning magawe samadhi.Yoga untuk mewujudkan kejernihan pikiran. Rshi Pantanjali dalam Astanggayogannya mengutip shubashitam, wejangan suci, “Yogascitta vrtti nirodhah”.
Yoga keterhubunga secara intensif harus terus dilakukan dengan Hyang Widhi Wasa, sehingga gelombang pikiran dalam alam pikiran yang sifatnya fluktuatif itu dapat dikendalikan dengan baik.Untuk mencapai rohani, spiritualitas yang jernih Rshi Pantanjali, merekomendasikan agar kita melakukan delapan tahapan yoga secara intensif yang dikenal dengan asthanggayoga yakni “ Yama, Niyama, Asana, Pranayama, Prathihara, Dharana, Dyana dan Samadhi”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar